2020-11-07 | 1210 | Berita
Komparasi Ahlu Sunnah Waljama’ah Dan Kaum Syi’ah Dalam Memperingati Sepuluh Muharram
Oleh: Hesti Lestari
Sekolah Tinngi Ilmu Adab Dan Budaya Islam
hesticigung12@gmail.com
Bulan Muharram merupakan bulan yang sangat penting bagi umat Islam juga banyak memiliki peristiwa penting seperti hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah, kemenangan Nabi Musa AS atas Fir’aun, dan diselamatlannya Nabi Nuh AS dari bencana banjir yang melanda dunia saat itu. Namun diantara banyaknya peristiwa penting yang terjadi ada pula peristiwa yang menyedihkan bagi umat Islam, peristiwa tersebut adalah Perang Karbala dan terbunuhnya cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Husain bin Ali.
Peristiwa Karbala terjadi pada hari Jum’at tanggal 10 Muharram 61 H atau pada tanggal 9/10 Oktober 680 M. Peristiwa Karbala adalah peperangan antara 10 ribu tentara Bani Umayyah dengan 72-128 orang keluarga keturunan Ali bin Abi Thalib yang terjadi di Karbala, Irak. Perang tersebut berakhir dengan tewasnya seluruh pasukan keluarga Ali, kecuali Ali Zainal Abidin sehingga Bani Umayyah menjadi pemenangnya.
Sebelum terjadinya perang tersebut Muawiyyah adalah salah seorang sepupu Utsman bin Affan yang paling berpengaruh dan paling berkuasa dalam pemerintahannya, sehingga muawiyyah sangat ingin menuntut pembalasan kepada pembunuhan khalifah Utsman. Karena hal itulah yang menimbulakn pertentangan antara Muawiyyah dan Ali, juga awal mula terjadi sejarah peristiwa Karbala.
Kemudian setelah Ali bin Abi Thalib wafat kekhalifahannya akan diteruskan oleh Hasan namun ketika itu Muawiyyah telah membuat pengumuman yang sepihak bahwasannya ialah yang akan menggantikan Ali. Namun Hasan menolak. Terjadilah kesepakatan anatara Muawiyyah dan Hasan. Salah satunya yaitu Hasan akan menjadi khalifah setelah Muawiyyah, dan apabila terjadi sesuatu kepada Hasan maka kepemimpinan akan digantikan oleh Husain.
Akan tetapi Muawiyyah mengingkari kesepakatan yang telah dibuat dengan Hasan. Ketika Hasan meninggal dan ketika muawiyyah meninggal, ia menyerahkan kepemimpinanya bukan kepada Husain akan tetapi kepada anaknya yaitu Yazid bin Muawiyyah. Kemudian Yazid menyuruh Gubernurnya untuk membai’at Husain, tetapi Husain menolak. Dan Husain melakukan pengumpulan para pengikutnya menjadi satu kelompok keagamaan yang memiliki muatan politik yang kental dan bertentangan dengan Muawiyyah. Dari situlah Yazid muali cemas ketika mendengan kabar Husain seperti itu karena rezimnya takut digulingkan.
Kemudian saat terjadi Perang Karbala pada pagi hari 10 Muharram setelah shalat subuh, pasukan kecil Imam Husain dibagi menjagi tiga . pasukan disebelah kanan dipimpin oleh Zuhayr ibn Qayn dan bagian kiri oleh Habib bin Muzahir, bagian tengan dipimpin oleh Abbas bin Ali bersama Imam Husain. Pada sebelumnya Imam Husain masih sempat berkhutbah dan meminta tentara Umayyah untuk kembali ke jalan Allah dan Rasul. Akibat khutbah tersebut Hurr Ibn dan Yazid dan beberapa orang lainnya ikut bergabung dengan pasukan Husain. Akhirnya terjadilah Perang Karbala sampai petang, sampai hanya tersisa Imam Husain seorang diri dari ribuan orang tentara Umayyah.
Beliau tak pantang menyerah untuk memperjuangkan perang tersebut sampai beliau dihujani dengan panah. Sehingga terluka sangat parah dan samapai anak panah beracun pun bebas membunuh Imam Husain. Ketika kematian itu berlangsung Nabi pun sangat bersedih sampai beliau menangis. Kematian Imam Husain sangat bermakna, karena Imam Husain dibunuh dengan sangat kejam juga mengenaskan dan bukan kematian seperti biasanya. Karena perang tersebut bukan perang biasa tapi penyerangan sepihak.
Peristiwa diatas akan mengubah suatu golongan yang ada pada saat itu yang mana merupakan gerakan yang murni politik, dengan tujuan merebut kembali kekhalifahan ke tangan keturunan langsung Nabi Muhammad , menjadi sebuah aliran keagamaan baru dalam islam. Aliran itu bernama Syi’ah, yang terbentuk dengan gambaran ideal seorang syahid yang seperti ditunjukan aksi Iman Husain, secara sadar telah mengorbankan diri untuk memperjuangkan keadilan.
Syi’ah menurut etimologi yaitu pengikut, pecinta, pembela, yang ditunjukan kepada ide individu atau kelompok tertentu. Syi’ah menurut kata lain yaitu tasyaiyu yang berarti patuh, menaati secara agama dan mengangkat kepada orang yang ditaati dengan penuh keikhlasan.
Adapun syi’ah secara terminology yang mana belum ada pengertian yang sangan sesuai dan belum ada yang mewakili seluruh pengertian syi’ah, namun ada yang berpendapat bahwa kaum syi’ah adalah aliran yang mengidolakan Ali bin Abi Thalib dan keterunannya.
Dilihat dari sudut politik, ilmuan politik yang terkenal dalam politik islam syi’ah, sedikitnya ada dua alasan mengapa kematian Husain menjadi begitu penting. Pertama, kaum syi’ah meyakini dua belas imam dan salah satunya adalah imam Husain yang mati akibat dari upayanya untuk menegakkan keadilan atas kekhalifahan dengan perlawanan senjata. Dan kesebelas imam lainnya tidak menempuh hal tersebut. Mereka hanya memperoleh dan menikmati posisi politik lewat prosedur yang reguler atau membuat kesepakatan damai dengan penguasa. Alasan kedua karena unsur kesyahidan dalam kematian diatas sangatlah menjadi daya tarik yang kuat bagi semua gerakan syiah yang sedang menentang tatanan politik yang mapan. Karenanya kata enayat “Husain adalah satu satunya imam yang tragedinya dapat berfungsi sebagai unsur mitologi yang positif bagi kelompok syi’ah mana saja yang militant dan sekaligus sedang ditindas.Dua alasan tersebut menjadikan peristiwa karbala sangat sentral dan sakral dalam aktivisme politik syi’ah. Kemudian peristiwa tersebut berkembang menjadi “paradigm karbala”, sebuah pandangan dimana kedzoliman yazid dilawan dengan kesedihan karena imam Husain meninggal dalam membela keadilan.
Cara pandang inilah yang kemudian digunakan oleh para aktivis politik syi’ah sebagai sumber daya kurtural untuk memberi kerangka makna. Setelah peristiwa karbala terjadi kaum syi’ah terus menerus memperingati kematian syahid imam Husain dengan melakukan berbagai ritual yang dimaksudkan sebagai ratapan, semacam partisipasi dalam penderitaan yang puncaknya pada hari kesepuluh muharam. Lebih dari satu keyakinan kata janet afary, “ritual ritual dibulan muharam inilah yang lebih mendefinisikan komunitas komunitas syi’ah”(2003:13)Cara pandang kaum Syi`ah, peringatan Asyura lebih dari ritual keagamaan biasa. Yang dilakukan kaum Syi’ah sama persis dengan yang dilakukan oleh katolik yang terkait dengan penyaliban Yesus Kristus dengan memperlihatkan kesedihan atas matinya seseorang demi memperjuangkan keselamatan orang lain.
Kemudian kaum Syi’ah meyakini bahwa pada sepuluh Muharram itu adalah hari sial yang membawa mala petaka, dimana orang-orang tidak diperbolehkan melakukan hal-hal penting di rumah, seperti tidak berpergian, tidak melakukan pernikahan, tidak berhias, tidak memakai pakaian yang bagus, tidak memakan makanan yang enak, dan lain-lain. Lalu kaum Syi’ah melakukan ritual yang sangat mengerikan yaitu dengan menyiksa diri sendiri menggunakan benda tajam, menyakiti bahkan melukai diri sendiri dengan sampai sehingga darah bercucuran. Penyiksaan diri pada hari ‘Asyura tersebut tidak hanya dilakukan di bumi Karbala saja, tetapi juga dilakukan oleh kelompok Syiah di berbagai tempat lain.
Menurut mereka, kegiatan penyiksaan diri pada sepuluh Muharram itu memiliki nilai ibadah yang tinggi, sebagaimana diungkapkan oleh imam-imam mereka. Mereka melakukan hal tersebut tidak berarti apa-apa tetapi hanya karena mereka bersedih atas meninggalnya imam Husain yang mereka sangat percayai sebagai pemimpin mereka hingga saat ini. Beberapa pandangan muncul mengenai ritual syiah, sebagian dari mereka mengatakan bahwa syiah itu sesat. Mengapa kelakuan mereka dikatakan sesat? Karena suatu kebiasaan baru (muhdats) yang sebelumnya tidak pernah dicontohkan oleh nabi dan tidak diikuti oleh pengikutnya, ini dapat diartikan bahwa hal semacam itu sesat adanya karena tidak ada kejelasan bahwa pernah terjadi pada masa nabi Muhammad SAW.
Mengenai kematian sesorang, hakikatnya setiap orang yang ditinggalkan diperbolehkan bersedih sewajarnya akibat adanya perpisahan, tetapi tidak dianjurkan bagi suatu kaum untuk melakukan hal yang keluar dari Syariat seperti apa yang dilakukan oleh kaum syiah meskipun mereka menganggap Sayyidina Ali sebagai orang mulia sekalipun, karena dalam hadist pun dijelaskan bahwa : Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّة“Tidak termasuk golongan kami siapa saja yang menampar pipi (wajah), merobek saku, dan melakukan amalan Jahiliyah.” (HR. Bukhari no. 1294 dan Muslim no. 103). Bahwasannya yang dilakukan itulah tidak sesuai dengan ajaran islam, karena ketika ada seseorang yang meninggal dan kita memperingatinya dengan cara kekerasan, itu adalah sesat, karena ketika Nabi Muhammad wafatpun para sahabat tidak melakukan hal seperti itu. Padahal wafatnya nabi melebihi dari pada wafatnya imam Husain.
Berbeda halnya dengan yang dilakukan oleh golongan ahlusunnah waljama’ah, dimana ketika nabi wafat memperingatinya dengan memperbanyak solawat dan sering kali mengadaka pengajian yang bertemakan dengan kelahiran dan kematian nabi dan sejarahnya pula (muludan). Begitupun ketika pada tanggal 10 Muharran biasa yang dilakukan oleh aliran ahlisunnah waljama’ah adalah salat tasbih, yang mana baiknya salat sunnah ini diamalkan sehari, sepekan, sebulan, setahun, atau minimal seumur sehidup sekali. Kemudian dilakukannya puasa asyuro yang merupakan puasanya para nabi. Kemudian memperbanyak sedekah, melakukan mandi besar pada hari asyuro, yang mana akan di bebaskan dari penyakit selama satu tahun. Kemudian sunnah mengunjungi orang alim yang shaleh, menengok orang yang sakit pada asyuro, maka seakan akan mengunjungi seluruh orang sakit dari anak cucu adam. Membaca surat al-ikhlas 1000 kali, bersilaturahmi sejatinya tidak hanya pada hari asyuro saja namun pada hari itu memiliki keistimewaan banyak.
REFERENSI
Jurnal penelitian dan kajian keagamaan, vol.72, no.2, tahun xxxiv, November, 2011
Enayat, Hamid, “Martyrdom”, dalam Seyyed Hossein Nasr, Hamid Dabashi, and Seyyed Vali Reza Nasr (eds,),
Expectation of the millennium: Shi’ism in history (Albary: State University Of New York, 1989) hal. 52-57 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, jilid 5.
Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve 1997 hal 5M. Quraish Sihab, Sunah Syi’ah Bergandengan Tangan!
Mungkinkah :Kajian Atas Konsep Ajaran Dan Pemikiran . Tanggerang: Lentera Hati. 2007,hal 11
Jurnal Studi Al-Qur’an, Oki Setiawan Dewi , Syi’ah Dari Kemunculannya Hingga Perkembangan di Indonesia, Vol.12, No2. Tahun 2016
https://almanhaj.or.id/2607-pesta-duka-di-hari-asyura.html https://muslim.or.id/18784-ritual-berdarah-syiah-di-hari-asyura.html
![]() |
Dosen BSA STIABI Tasikmalaya Berpartisipasi dalam Lokakarya Asosiasi IQLAB di Palembang |
![]() |
STIABI Riyadul ‘Ulum Lahirkan Lulusan Perdana Program Sarjana 2023 |
![]() |
Pengumuman Judul Proposal Skripsi |
![]() |
RAMADHAN SEBAGAI SARANA TADZHIBUN NAFSI |
![]() |
Dalam Rangka Menggaet Mahasiswa Baru, STIABI Riyadul `Ulum Ikuti Edufair di SMKN Manonjaya dan SMAN 1 Cihaurbeuti |
![]() |
UTS Genap Tahun Akademik 2022-2023 Sudah Dimulai! Seluruh Mahasiswa Belajar Lebih Giat |
![]() |
Meningkatkan Kualitas Akademik Mahasiswa, Prodi SPI STIABI Riyadul `Ulum Adakan Diskusi Akademik Bersama |
![]() |
PkM Dosen dan Mahasiswa Prodi BSA STIABI dalam Bentuk Workshop Peningkatan Kompetensi Bahasa Arab Aktif |
![]() |
Welcome Even Semester!! HMP-BSA Mengadakan Kuliah Umum Untuk Mengawali Perkuliahan Semester Genap. |
![]() |
Peringati Hari Besar Bahasa Arab, STIABI Gelar Webinar Bersama 3 Doktor Ahli Sastra Arab |